Beberapa hari lalu ada percakapan mengenai passion sama salah satu teman saya.
hmm kalo dipikir, dulu-dulu waktu masih kecil ide “nemuin passion” itu rasanya nggak laku ya. Beda keadaannya sama dua tiga tahun belakangan dimana banyak pembicara yang memotivasi kita buat nemuin hasrat hidup. Ikutin apa kata hati. Dan ide menemukan passion ini buat anak generasi saya adalah proses yang sulit. Kenapa? Karena kita kebiasaan dituntut untuk mencapai “yang terbaik” dari kecil.
Contoh “yang terbaik” nih ya: masuklah kelas terbaik, sekolah unggulan, jadilah ranking 5 besar, lolos jurusan favorit, tembus universitas negeri terbaik, dll. “Yang terbaik” ini, selain diamini sama lingkungan, juga ada parameternya. Kita bisa dapat datanya, ada perbandingannya. Jadi bagaimana kita bisa memberikan "Yang Terbaik" meskipun kita berada di tempat yang kurang sesuai sama hasrat kita. Kalo menurut hemat saya sih tetep jalani aja, kayak attitude buat Love what you do. Pokoknya, apapun yang sudah kita pilih untuk lakukan wajib untuk ditekuni, dipelajari, dan kalo bisa maksimalkan kinerja di sana. Terdengar ada yang salah? Nggak sama sekali. Didikan love what you do ini bener banget kok. Kita emang harus bisa tanggung jawab, bahkan total di hal yang udah kita pilih sebelumnya dengan sepenuh hati. Di ulang ya, di hal yang udah kita pilih sebelumnya dengan sepenuh hati; alias kalo ada kalimat Do what you love sebelumnya. Premisnya kayak gini:
Set the best thing to do then love what you do
Set what you love to do then love what you do
Kesimpulannya adalah the best thing to do sama dengan what you love to do?
Jeng.. jeng... Karena sejak kecil “the best thing to do”-nya udah ada, udah tersedia dan tinggal pilih, kita nggak pernah pusing dan repot mendengarkan hati apa yang bener-bener kita suka. Akhirnya, the best thing to do itu yaudah aja dinobatin jadi what we love to do. Kita jadi nggak punya ketekunan untuk mendengarkan hati.
Baiklah, setelah membaca-baca buku-buku passion dan semedi mendengarkan kata hati, lalu keluarlah beberapa point hal yang kita suka. Terus pertanyaan berikutnya, hal manakah yang bakal kita pilih satu sepanjang hidup untuk ditekuni?
Nggak banyak dari kita yang punya keberanian untuk memilih satu hal yang bakal kita suka dan kita tekunin sepanjang hidup. Kenapa? Takut salah pilih. Takut kalo ternyata nanti alternatif lainnya terbukti oleh orang lain bisa menghasilkan data angka yang lebih bagus, sebaiknya kita nggak usah selalu iri sama rumput tetangga.
Ketakutan memilih biasanya ditunjang juga dengan nggak biasa beda pendapat sama lingkungan. Karena mungkin banget hal yang kita suka ini bukan dianggap sebagai hal terbaik sama lingkungan. Takut bener rasanya kalo terbukti salah milih dan nyesel, ntar denger kalimat-kalimat senada.
It is a hard process indeed. Nggak mudah. Ketakutan utama, tentu saja dianggap nggak sukses sama lingkungan sekitar. Ekspektasi lingkungan mengenai “hal terbaik menurut mereka” akan terus menghantui. Dan itu wajar.
Satu cara paling awal menempuh pencarian passion menurutku adalah
berdamai. Damai dulu sama diri sendiri, bahwa
it is so okay to have our own definition about “the best things”. Bahwa berbeda dari lingkungan, adalah bukan hal yang dosa. Even kita belum tau apa yang terbaik buat kita (karena itu tadi, kita dari kecil memang sudah ditanamkan bahwa yang terbaik untuk kita itu adalah ekspektasi lingkungan, kita tidak terbiasa untuk memilih. Sulit mendengar kata hati, menganalisis diri, dll). Bahkan almarhum Steve Jobs mengakuinya kok di video wisudaannya stanford
itu, “
Just keep lookin”
Nggak semua orang bisa melewati tahap berdamai ini. Nggak semua orang bisa memperjuangkan kebahagiaan sejatinya. Tapi, orang yang menyerah di proses ini dan nggak menemukan kebahagiaan sejatinya, belum tentu tidak bahagia.
Jadi menurutku menyelesaikan proses pencarian kebahagiaan sejati alias passion ini bener-bener pilihan. It is so worth to look for. Kalo ketemu nikmatnya pasti menjalankannya juga dengan hati yang senang. Bisa mengerjakan passion dan hidup dari situ. Tapi kalopun nggak ketemu, atau nggak mau ngelanjutin nyari, Tuhan selalu kasi alternatif lain yang bisa tetep bikin kita bahagia. Percayalah. Lagipula ya, udah nemu passion terus jaminan mutu bahagia terus selamanya gitu? Sama aja kok, orang yang berkarya sesuai passion-nya juga punya jenuh dalam bekerja. Punya bosen ngadepin hal yang mereka suka. Namanya juga roda, ada di atas ada di bawah. Biar tetep jalan, ya harus berputar.