Aku menulis untuk membaca kehidupan
Aku menulis untuk melepaskan air mata
Aku menulis untuk membunuh malam
Aku menulis untuk memaknai hidup
Aku menulis untuk bersyukur
Aku menulis untuk merapikan masa lalu
Aku menulis sebelum kenangan jatuh dari ingatan
Aku menulis karena kata-kata kadang bisa menguatkan
Aku menulis karena aku tau aku akan usang dan menghilang

sudut pandang perjalanan

Kepulangan saya sore ini sungguh dibilang istimewa, sama istimewa nya dengan kota yang baru saja saya tinggalkan. Bertemu dengan seorang ibu yang sudah setengah baya, usia nya kira-kira jauh di atas mama saya. Sejak di shulter travel ibu ini sudah memulai percakapan, biasalah layaknya perempuan satu dengan yang lain jika bertemu entah memang sudah kodratnya atau layaknya mereka tidak bisa diam dipancing dikit langsung curhat banyak hahaha..

Menanyakan saya berasal dari mana, kuliah dimana, dll sampai beliau sendiri cerita bagaimana hidupnya dahulu semenjak kuliah. Ah saya begitu handal memancing seseorang yang baru saja dikenal sampai curhat colongan banyak kan. Ternyata beliau ini asli semarang, dan pergi ke jogja untuk menghadiri reuni kampusnya yang memang terkenal seantero Indonesia itu. Beliau juga cerita kalo dirinya adalah teman seangkatan dari adik pak boediono ( wakil presiden RI). Tak lupa juga menceritakan bagaimana semasa dahulu dia kuliah, anak-anaknya sekarang bahkan cucunya oh ya politik Indonesia juga tak luput dari pembicaraan nya juga.

Ia juga pernah bertugas ke eropa selama masa kerjanya, sampai saya bertanya “jadi ibu menguasai banyak bahasa dong?” Ia Cuma menjawab “ah tidak juga saya hanya bisa bahasa perancis, inggris, jerman, mandarin, dan turki” seketika saya merinding mendengarnya. Lalu saya bergumam “semoga saya diberi kesempatan yang sama atau bahkan lebih dari ibu yang duduk di samping saya ini”. Amin

Di ujung perjalanan ia meninggakan pesan yang akan selalu saya ingat “Jangan pernah berhenti bertanya dan puas dengan jawaban. Jawaban bukanlah tujuan, pertanyaan adalah perjalanan”. Dan tentu saja sebuah doa dari ibu ini yang selalu saya amini “Semoga kamu selalu sukses ya, nak”.

Ah ibu ini membuat saya merinding lagi mendengarnya, “amin bu, terimakasih”.

Sampai saat ini saya tidak bisa berhenti mengucap syukur. Begitu kecilnya diri ini. Perjalanan kemarin memberikan saya sudut pandang lain tentang kehidupan.


Do you know how I see you? As a loved one of course, but more than that as a friend. A deep, intimate friend. Someone whom I can share my thoughts with, my sorrows and tears, my joys and happiness, my wishes, my hopes, my dreams. My yesterdays and tomorrows.

perjalanan ini

Beberapa hasil jepretan kamera digital jadul milik saya selama liburan kemarin




dua gambar di atas nggak sengaja saya ambil ketika jalan di daerah klaten



 ini pemandangan dari puncak pandang di jalan kaliurang KM 0 tempatnya bagus, hawanya sejuk dan banyak tempat rekreasinya termasuk museum ullen sentalu tapi fotonya masih di temen saya








 "Sisa peninggalan kami, Merapi"
Pemandangan di atas bisa dilihat kalo kalian naik ke atas merapi tentu saja dengan menggunakan jeep. Soalnya kalo jalan kaki nggak bisa, pertama karena jauh, kedua karena medan yang ditempuh cukup sulit dan berbahaya, tidak bisa kalo dengan kendaraan biasa. Dan saya cukup beruntung bisa merasakan naik jeep, first experience ya walaupun harus merogoh kocek yang lumayan dalam sekitar 300rb an, mengingat status saya yang masih jadi mahasiswa hehehe
oh ya kalo kalian kesini nggak perlu sewa guide karena disana sudah tersedia orang-orang yang mungkin penduduk asli sekitar lereng merapi, mereka menjelaskan sejarah bagaimana saat merapi meletus, erupsi, dll.



Akhirnya sunset indah ini yang menutup sekaligus menemani perjalanan kami semua.





ps:
maaf ya kalo fotonya jadi mini gara-gara saya resize abis kalo pake ukuran asli gagal terus uploadnya.










Beberapa hari lalu ada percakapan mengenai passion sama salah satu teman saya.
hmm kalo dipikir, dulu-dulu waktu masih kecil ide “nemuin passion” itu rasanya nggak laku ya. Beda keadaannya sama dua tiga tahun belakangan dimana banyak pembicara yang memotivasi kita buat nemuin hasrat hidup. Ikutin apa kata hati. Dan ide menemukan passion ini buat anak generasi saya adalah proses yang sulit. Kenapa? Karena kita kebiasaan dituntut untuk mencapai “yang terbaik” dari kecil.
Contoh “yang terbaik” nih ya: masuklah kelas terbaik, sekolah unggulan, jadilah ranking 5 besar, lolos jurusan favorit, tembus universitas negeri terbaik, dll. “Yang terbaik” ini, selain diamini sama lingkungan, juga ada parameternya. Kita bisa dapat datanya, ada perbandingannya. Jadi bagaimana kita bisa memberikan "Yang Terbaik" meskipun kita berada di tempat yang kurang sesuai sama hasrat kita. Kalo menurut hemat saya sih tetep jalani aja, kayak attitude buat Love what you do. Pokoknya, apapun yang sudah kita pilih untuk lakukan wajib untuk ditekuni, dipelajari, dan kalo bisa maksimalkan kinerja di sana. Terdengar ada yang salah? Nggak sama sekali. Didikan love what you do ini bener banget kok. Kita emang harus bisa tanggung jawab, bahkan total di hal yang udah kita pilih sebelumnya dengan sepenuh hati. Di ulang ya, di hal yang udah kita pilih sebelumnya dengan sepenuh hati; alias kalo ada kalimat Do what you love sebelumnya. Premisnya kayak gini:
Set the best thing to do then love what you do
Set what you love to do then love what you do 
Kesimpulannya adalah  the best thing to do sama dengan what you love to do?
Jeng.. jeng... Karena sejak kecil “the best thing to do”-nya udah ada, udah tersedia dan tinggal pilih, kita nggak pernah pusing dan repot mendengarkan hati apa yang bener-bener kita suka. Akhirnya, the best thing to do itu yaudah aja dinobatin jadi what we love to do. Kita jadi nggak punya ketekunan untuk mendengarkan hati.
Baiklah, setelah membaca-baca buku-buku passion dan semedi mendengarkan kata hati, lalu keluarlah beberapa point hal yang kita suka. Terus pertanyaan berikutnya, hal manakah yang bakal kita pilih satu sepanjang hidup untuk ditekuni?
Nggak banyak dari kita yang punya keberanian untuk memilih satu hal yang bakal kita suka dan kita tekunin sepanjang hidup. Kenapa? Takut salah pilih. Takut kalo  ternyata nanti alternatif lainnya terbukti oleh orang lain bisa menghasilkan data angka yang lebih bagus, sebaiknya kita nggak usah selalu iri sama rumput tetangga.
Ketakutan memilih biasanya ditunjang juga dengan nggak biasa beda pendapat sama lingkungan. Karena mungkin banget hal yang kita suka ini bukan dianggap sebagai hal terbaik sama lingkungan. Takut bener rasanya kalo terbukti salah milih dan nyesel, ntar denger kalimat-kalimat senada.
It is a hard process indeed. Nggak mudah. Ketakutan utama, tentu saja dianggap nggak sukses sama lingkungan sekitar. Ekspektasi lingkungan mengenai “hal terbaik menurut mereka” akan terus menghantui. Dan itu wajar.
Satu cara paling awal menempuh pencarian passion menurutku adalah berdamai. Damai dulu sama diri sendiri, bahwa it is so okay to have our own definition about “the best things”. Bahwa berbeda dari lingkungan, adalah bukan hal yang dosa. Even kita belum tau apa yang terbaik buat kita (karena itu tadi, kita dari kecil memang sudah ditanamkan bahwa yang terbaik untuk kita itu adalah ekspektasi lingkungan, kita tidak terbiasa untuk memilih. Sulit mendengar kata hati, menganalisis diri, dll). Bahkan almarhum Steve Jobs mengakuinya kok di video wisudaannya stanford itu, “Just keep lookin” :)

Nggak semua orang bisa melewati tahap berdamai ini. Nggak semua orang bisa memperjuangkan kebahagiaan sejatinya. Tapi, orang yang menyerah di proses ini dan nggak menemukan kebahagiaan sejatinya, belum tentu tidak bahagia.
Jadi menurutku menyelesaikan proses pencarian kebahagiaan sejati alias passion ini bener-bener pilihan. It is so worth to look for.  Kalo ketemu nikmatnya pasti menjalankannya juga dengan hati yang senang. Bisa mengerjakan passion dan hidup dari situ.  Tapi kalopun nggak ketemu, atau nggak mau ngelanjutin nyari, Tuhan selalu kasi alternatif lain yang bisa tetep bikin kita bahagia. Percayalah. Lagipula ya, udah nemu passion terus jaminan mutu bahagia terus selamanya gitu? Sama aja kok, orang yang berkarya sesuai passion-nya juga punya jenuh dalam bekerja. Punya bosen ngadepin hal yang mereka suka. Namanya juga roda, ada di atas ada di bawah. Biar tetep jalan, ya harus berputar.
Cheers! 

this


this is how it works
you're young until you're not
you love until you don't
you try until you can't
you laugh until you cry
you cry until you laugh
and everyone must breathe
until their dying breath

no, this is how it works
you peer inside yourself
you take the things you like
and try to love the things you took
and then you take that love you made
and stick it into some
someone else's heart
pumping someone else's blood
and walking arm in arm
you hope it don't get harmed
but even if it does
you'll just do it all agai
n

lionel messi and pep guardiola












kepada terang lampu kota yang pernah kita lewati pada suatu malam dan jalan basah,
aku menitipkan salam.
aku ingin bertemu denganmu demi semesta alam.
apapun yang nanti akan kita lakukan, atau sekalipun kamu lebih memilih untuk diam.
Dan aku hanya ingin duduk di dekatmu, mendengarkan alunan nafas yang kamu tarik dalam-dalam
meski tanpa suara tapi disana lah ada rindu kita yang saling meng-Gema....

bangjo.. bangjo

awalnya sederhana, dan berakhir dengan nyasar gara-gara Bangjo.


gue: maaf bu tau alamat ini gak? (nyodorin kertas)

Si ibu: tau mbak, nanti mbak naik bus kota ngikutin jalan ini sampe ketemu bangjo terus turun deh disitu

gue: makasih ya bu (senyum gembira)

setting: bus kota, bau matahari
*hampir satu jam*

gue: maaf pak bangjo udah kelewat belum ya?

si bapak: wah udah lewat 3 kali malah mbak! lha mbanya mau kemana toh?

gue: masasih pak? (nada gak terima)
       saya belum liat ada toko tulisannya Bangjo gimana bisa kelewat
       sampe 3 kali aneh aja.. saya mau ke boulevard ISI pak!

si bapak: aduh mbak e ini udah kelewat jauh, ISI deket tadi.. Bangjo disini itu sebutan buat lampu merah artinya abang ijo

gue: ........ *malu* nangis*

Akulah hingar dalam bingar, keping-keping malam berdenting dalam secangkir sepi. 
Ada namaku disana mengejar namamu, berlari menuju udara februari.

Aku ingin menjadi masa kecilmu, menjadi waktu yang dirindukan ketika kamu lelah berpura-pura menjadi dewasa

11 januari bertemu

"sebelas januari bertemu
menjalani kisah cinta ini
naluri berkata engkau lah milikku"

Ketika hujan merintik perlahan dan tetesnya semakin nyata, Artha berusaha melindungi kepalanya dengan map plastik yang dibawanya. Bukan ide bagus, menerobos hujan dengan pakaian seragam kerjanya walaupun sudah menunjukan jam pulang kantor. Tapi ia tetap melangkahkan laju kaki nya ke sebuah toko buku di jalan Thamrin.

Hmm.. Lautan aksara yang aku suka. Bau plastik yang masih rapi. Aroma kertas yang menggelitik olfaktoriusku untuk mendekat dan mencumbunya. Toko buku. Tempat favoritku. Dimana kisah rak-rak kayu yang dipisahkan menurut genre tidak saling adu. Komik, novel, dongeng, ensiklopedia, biografi, semuanya menari dengan manis dalam alunan kata masing-masing.


Serentak tangan Artha mengambil sebuah buku filsafat yang berjudul "sashmita" tiba-tiba seorang perempuan menyenggol tangannya hingga jatuh.  Tumpukan buku yang dibawanya berhamburan. Gemuruh pengunjung tiba-tiba hilang. Kami menjadi tontonan.


“Aduh… Maaf.. Mbak nggak apa-apa?” kataku sambil membereskan buku-bukunya dan bukuku. Lalu mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri. "Nggak apa-apa. Santai aja…" Kepalaku sejenak berhenti berpikir. 


"Kinara…"

Lamunanku buyar. Mendadak dia sudah berdiri di depanku. Tubuhnya tidak terlalu tinggi. Kepalanya setinggi dadaku. Rambutnya pendek di atas bahu. Ia begitu tomboy dengan kaos longgar berwarna hitam dengan gambar sebuah karakter dewi Yunani, jeans kumal berwarna biru pudar dan sepatu sneakers hitam.

"Akulah penjaga mu
Akulah pelindung mu
Akulah pendamping mu
Di setiap langkah-langkah mu"


seseorang yang selama ini menyelinap dalam anganku. Seseorang yang pernah dipercayai dan berbagi cerita bersamaku dulu. Tidak peduli berapa tahun bersama, perempuan itu pernah menjadi bagian dalam kehidupanku. Tapi entah bagaimana perasaannya kini.

Kinara sadar itu Artha, pria yang pernah mengisi hari-hari nya dulu. Lalu dengan cepat ia memalingkan wajahnya berlalu menuju kasir. Meninggalkanku yang masih mencerna kejadian yang baru saja berlalu. Sensasi ini, masih sama rasanya seperti 3 tahun yang lalu saat pertemuan pertama kami. Seperti ada kupu-kupu yang melayang di perut. 


"Pernah ku menyakiti hati mu,
pernah kau melupakan janji ini
Semua karena, kita ini, manusia"


Tanpa bisa ia cegah, mata Kinara memanas. Gelombang amarah dan frustasi menyerangnya. Kinara menyadari benar, mereka bukan menjadi bagian satu sama lain. Laki-laki itu, Artha bukan miliknya lagi! Air matanya bergulir. 

"Kau bawa, diri ku, ke dalam hidup mu
Kau basuh, diri ku, dengan rasa sayang
Senyum mu juga sedih mu, adalah hidup ku
Kau sentuh, cinta ku,
dengan lembut…
dengan sejuta warna"


Gumamku, "ternyata senyummu masih mempesona, Kirana Sashmita"
ps* dalam bahasa sanskerta arti sashmita adalah perempuan yang memiliki senyum mempesona

random conversation

entah stensilan atau gombal picisan kelaparan

N: pokoknya gue mau ada yang minuman manisnya ya
F: lo minumnya sambil ngeliatin gue aja
   (masih bingung tempat makan)
N: hmm gue mau makan yang anget-anget ajadeh
F: yaudah makannya nanti sambil gue peluk deh
N: .....

percakapan antara 2 sahabat deskripsi nya gini deh, yang cewe sih masih sendiri, tapi yang cowonya lagi menjalankan LDR (lo dimana gue dimana Realitionship)
Hahahahaha...

17:50 senja, trans jakarta


pagi digerimisi kenangan
kuberangkatkan tubuh pinjaman
milik sebuah kantor yang menjual airmata
sambil mengelap ingatan
dari sepatu tua
yang enggan dipaksa
untuk tetap hitam
jalan dibasahi airmata
yang kami produksi
orang mengira
itulah tumpahan anggur
dari cawan suci
milik malaikat
yang berbagi sunyi
kugambar masalalu
di embun kaca
sebuah rongsokan tua
yang kami namai bus kota
ikan-ikan terbang
daun-daun melayang
mata perempuan terbayang
dalam pantulan
yang mengaca pada wajahku
kutemukan anak-anak
kutemukan jagoan
menyilangkan tangan
menantang kehidupan
dan kuhapus cepat
kantor kami ditumbuhi
penyesalan
dari mereka yang tertinggal masalalu
para pekerja
memeras airmata
dalam laporan kering
yang ditandai awan
dan getir
yang meledak-ledak
mencipta petir